Sabtu, April 30, 2011

Kuraih Hidayah-Nya dengan Deritaku

Ni sebuah kisah nyata dari seorang akhwat yg ada di Makassar....
cerita ini saya ambil dari Nurani Suara Wahdah.....
tanpa mengurangi dan melebihkan cerita sy Copas ke Blog ku.......:)
yg penting b'manfaat kan.??? daaaaan saya tetap menampilkan sumbernya kok....^_^
                                             Selamat Membaca


Dari Mariyati
Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Pendengar Nurani yang  budiman
Hidayah itu memang mahal harganya, meraihnyapun bukanlah sesuatu yang mudah, sebab tidak semua orang diberikan hidayah oleh Allah, kalaupun diberi hidayah, itupun dengan ujian yang sangat luar biasa.., demikianlah yang aku alami saat ini.
Aku adalah seorang gadis yang terlahir dari sebuah keluarga yang pas-pasan, tetapi meski demikian, orang tuaku begitu sayanag padaku, bahkan sebagai anak sulungnya, kasih sayang yg mereka berikan untukku tak kala besarnya degan kasih sayang yg mereka limpahkan kepada ke dua adikku, aku sangat bahagia saat itu, sebab biasanya umumnya orang tua pasti lebih sayang anak bungsunnya ketimbang saudara2 tertua dari sibungsu, dan kasih sayang itu mereka buktikan dengan memenuhi seluruh kebutuhanku, keinginanku selalu dipenuhi tanpa syarat apapun, pokoknya saat itu adalah masa-masa bahagiaku, hingga aku beranjak remajapun dan duduk dibangku SMA, ayah-ibuku selalu memberi dukungan padaku, apapun Jurusan pendidikan pilihanku mereka tak sedikitpun memprotes bahkan malah mendukungku, saat SMA aku belum terlalu banyak mengenal islam (baca ISLAM KTP-), yahh paling gak sebatas pelajaran agama biasa yg kudapat dari bangku sekolah, tak lebih dari itu.., dan Alhamdulillah aku termasuk siswa berprestasi disekolah, meskipun tak harus jadi rangking satu, namun aku tak pernah bisa dilengserkan oleh siapapun dari posisi lima besar dikelas, dan itu membuat kedua orang tuaku semakin sayang padaku, berbagai kegiatan ekstrakulikulier selalu kuikuti dan tak jarang mendapatkan hasil yg memuaskan, dan teman-teman juga begitu mendukung aku dengan memilihku menjadi pengurus OSIS diantara puluhan teman lainnya, dalam lingkungan keluargakupun aku mulai mendapatkan posisi yang strategis, dimana setiap kondisi-kondisi tertebtu, aku sudah mulai dilibatkan dalam menyelesaikan masalah-masalah keluarga dan diberikan andil untuk memutuskan sebuah perkara, maklum, aku adalah anak tertua dikeluargaku, dan semua itu sangat aku syukuri. Hingga akhirnya pada tahun 1999 aku menamatkan pendidikan SMA-ku di daerahku dan lulus dalam penjaringan UMPTN disebuh Perguruan Tinggi terkenal di Sulawesi Selatan, alangkah bahagianya hatiku saat itu, sebab selain lulus dalam penjaringan dengan jurusan yg aku inginkan, ternyata kedua orang tuaku sangat memberi dukungan atas semua itu, dengan segala keterbatasannya kedua orang tuaku berusaha memenuhi segala keperluanku saa pertama kali masuk ke Perguruan Tinggi itu, meskipun harus menjual sejumlah harta benda demi suksesnya aku dalam mengenyam pendidikan tinggi itu, selain itu, memang kuliah di Perguruan Tinggi apalagi sampai diluar daerahku merupakan sebuah kebanggan tersendiri bagi keluargaku, sebab tidak semua anak seusiaku yg memiliki kesempatan untuk mendapatkan karunia in,i apalagi aku adalah seorang anak perempuan. Kalau menilik potret keadaan masyarakat dikampungku, jarang sekali ada anak yg mampu mengenyam pendidikan hingga ketingkat tinggi, 70% mereka hanya sampai SD, SMP atau SMA, bahkan ada yg gak sekolah sama sekali, yaa, begitu banyak alasan yg mereka jadikan sebagai penyebabnya, ada yg beralasan biaya pendidikan mahal, ada yg beralasan ingin segera menikah, ada yg beralasan pendidikan itu gak penting dll, tapi Alhamdulillah Rabbku memberiku keluarga yg selalu mendukung setiap niat baikku termasuk pendidikanku, dan apalagi alasannya kalau bukan Masalah klasik, yakni harus ikut penjaringan CPNS atau minimal bekerja diperusahaan swasta Bonafit dengan gaji yang tinggi, dan sebagai anak gadis yg ingin berbakti kepada kedua-nya serta ingin melihat kedua orang tuaku bahagia, akupun awalnya menjadikan semua itu sebagai alasan utamaku untuk terus berupaya tetap bertahan melanjutkan kuliah meskipun ditengah banyaknya keterbatasan ekonomi keluarga.
Pendengar Nurani yg budiman.
Seperti mahasiswi baru pada umumnya aku mengawali hari-hariku dengan memulai beradaptasi dengan lingkungan baruku, maklum seorang gadis kampung yg kuliah dikota, berusaha mengikuti trand dan gaya hidup yg ada disekitarku, feminim, seksi dan so gaul gitu (meskipun justru orang-orang kota penampilannya biasa-biasa saja), dan atas permintaan orang tuaku, akhirnya aku memilih untuk tinggal disebuah asrama putri yg letaknya tak begitu jauh dari kampusku, semuanya terasa baru bagiku...tetapi bagaimanapun acaranya aku berusaha untuk tetap menguasai lingkunganku agar aku tak selamanya terlihat kuper dihadapan teman-teman kampusku  dan masyarakat sekitar asramaku(jujur ke SULSEL ini adalah pertama kalinya aku tinggal jauh dan terpisah dengan keluargaku), begitulah awal perjalanan kedatanganku kekota daeng ini untuk menimba ilmu, dan Alhamdulillah setiap bulannya kedua orang tuaku mengirimkan dana untukku baik untuk biaya asrama, makan dan biaya kuliah, meskipun terkadang pas-pasan tapi aku sangat bahagia sebab bersama teman-temanku diasrama yg solidaritasnya cukup tinggi membuat aku tidak pernah merasa kekurangan (dari sisi makan aja-)
Pendengar Nurani yg budiman
Sejak tinggal diasrama bersama sejumlah penghuni lainnya yg berasal dari berbagai daerah ditanah air membuatku jadi ikut-ikutan kebiasaan mereka, suka berdandan, berhura2, pacaran bahkan sampai menguras kocek dari para cowok dikampus dengan kekompakan kami (tapi maaf tidak sampai ketingkat jual diri-), semua kebiasaan itu tidak dapat dielakkan karena konon menurut cerita dari teman2ku bahwa kebiasaan itu telah menjadi khas yg turun temurun dari Asrama putri ‘Jelita’ (Nama samaran asramaku-), dan dengan penuh kesadaranpun aku ikut terseret dalam tradisi itu, meskipun awalnya tidak bisa aku nikmati karena tidak terbiasa dari kampungku, namun lama kelamaan aku sendiri bahkan telah terbiasa dengan hal itu, aku tak tahu seberapa susahnya orang tuaku dikampung mengadakan seluruh kebutuhan palsuku, betapa tidak, meskipun tak ada kebutuhan kampus yg harus diadakan, aku selalu mengarang-ngarang informasi ke orang tuaku agar bisa mendapatka kiriman uang yg akhirnya aku jadikan sebagai media hura-huraku, membeli barang-barang bagus dan mewah yg tidak kalah bersaing dengan teman2 asramaku yg memang terlahir dari keluarga mampu, habis mau gimana lagi..persaingan begitu ketatnya dan aku tidak mau dijauhi mereka hanya karena tidak bisa tampil selevel dengan mereka, tak jarang aku juga meminta biaya2 talangan dari orang tuaku dengan alasan bahwa banyak buku yg harus dibeli atau di foto copy, dan sebuah kesyukuran juga semua dana yg aku butuhkan itu akhirnya dikirim juga, aku sendiri jadi lupa bahwa sebenarnya aku tahu persis kondisi ekonomi kedua orang tuaku dikampung yg begitu kesusahan mencai nafkah untuk hidup mereka..
Pendengar nurani yg budiman
Suatu hari ketika memasuki pertengahan tahun aku tinggal diasrama itu, tiba-tiba kami kedatangan penghuni baru yg juga datang dari daerah, tujuannya sama spertiku, yakni menuntut ilmu demi masa depan yg lebih baik lagi, namun yg sedikit berbeda dari penghuni baru ini, ternyata dia adalah seorang muslimah yg begitu taatnya dalam beribadah, kudengar teman-teman memanggilnya “Muslimah” (Nama Samaran-), dalam kesehariannya muslimah begitu menghargai waktu sehingga tak sedetikupun waktunya sia-sia begitu saja, yaah kalau gak baca buku, paling memasak, mencuci piring, bersih2, sholat, atau bila habis aktifitasnya istirahat (tidur,-)  yg dia lakukan. Begitulah halnya sosok Muslimah seorang gadis bercadar lengkap dengan busana muslimahnya yg begitu menggerahkan bila aku membayangkan bahwa aku yg memakai busana muslimah itu.., dan entah mengapa kali ini ada gadis seperti dia yg lolos dalam seleksi penghuni Asrama Jelita ini, padahal yg kutahu seleksinya ketat, sebab selain biaya bulannya tinggi, ada aturan lain yg harus diikuti oleh siapapun yg masuk kedalam hunian asrama jelita ini. Tapi bila melihat raut wajah muslimah yg dalam keseharaianya dalam asrama melepas cadarnya, nampaknya dia juga tidak kalah ayunya dengan penghuni asrama lain, Cuma bedanya dia menutup diri dari lawan jenisnya, hmm..(“aturan clasik dari negeri padang pasir” Gumamku dalam hati-)
Pendengar nurani yang baik
Aku sendiri terperangah kala mengetahu bahwah muslimah ditempatkan sekamar denganku, aduuuhh..musibah nih..”ujarku dalam hati. Pasti setiap harinya akan menyaksikan pemandangan yg menjenuhkan dan monoton, sebab aku sudah dengar dari shinta teman sekamarnya beberapa hari saat sampai disini, katanya aktifitas Muslimah begitu menoton skali, gak ada asyik-asyiknya, gak suka bersolek, nerima tamu laki-laki, apalagi kalau kalau diputarkan music by phone, pasti dia pura2 tidur dan menutup telinganya dengan bantal atau guling, atau bila dia merasa diplototin, kadang muslimah juga measang headset Hpnya dan mendengarkan Pengajian atau ceramah dari sebuah station Radio Muslim disini. Hmm, betul-betul hidup gadis malang ini tak berwarna” gumamku lagi dalam hati. Hingga suatu malam (Malam ahad, saat wakuncar), aku dijemput pacarku untuk menikmati malam minggu yg panjang yg telah biasa kami lalui, tiba-tiba kekecewaan menyelimuti perasaanku, manakala anto teman kencanku berniat tidak senonoh padaku, tak pelak kutampar wajahnya dengan ke lima jariku sambil ku berlari masuk kedalam kamarku dan menangis sekencang-kencangnya, dan yg lebih menambah luka dihatiku saat itu karena ternyata anto memutuskan tali cinta kami yg telah terbina 4 bulan lamanya hanya karena keinginannya tak kupenuhi, aduuh, sedihnya hatiku, tapi ada juga kejengkelan demi kejengkelan muncul dalam benakku. Hingga saat paling menyedihkan itu, tiba-tiba Muslimah mndekatiku dan mencoba menghiburku, untuk pertama kalinya kudengar Muslimah berani menyapaku, meskipun pada hari2 sebelumnya senyum manisnya selalu dilontarkan padaku, dan salam sapanya selalu di ucapkannya untukku namun tak sedikitpun aku membalasnya, malam itu Muslimah benar-benar hadir menyejukkan jiwaku yg tengah kalut saat itu, dinasehatinya aku dengan berbagai argumen yg begitu menghentakkan perasaanku.
“Ukhti.., bukan bermaksud mencampuri urusanmu.., tapi..sebagai sahabat yg tinggal sekamar denganmu, aku turut merasakan kesedihanmu, mesipun aku sendiri tak mengetahui apa penyebab dari semua ini.., anti tahu, bahwa hidup ini terlalu singkat untuk kita mengahbiskannya dengan berhura-hura dan berfoya-foya, coba anti bayangkan, berapa usia anti saat ini, lalu ukurlah juga dengan amal perbuatan anti selama ini dan bandingkan dengan jatah hidup yg dianugerahkan Allah untuk kita, apakah anti tidak merasa khawatir bila hari ini, malam ini, atau detik ini anti dijemput oleh malaikat maut untuk menghadap Rabb kita dan mempertanggung jawabkan semua yg kita telah perbuat selama hidup ini sementara anti sendiri tidak memiliki persiapan apapun, apa yg anti akan lakukan saat itu?, meminta agar Allah menghidupkan anti lagi agar anti bisa menebus semua itu?, apa anti akan meminta untuk diundur waktu datanya ajal kita?, tidak ukhti, sekali-kali tidak, sebab kematian seseorang tidak bisa dimajukan atau dimundurkan walau hanya sekejap mata...” tutur muslimah padaku ditengah deraian air mataku saat itu, mendengar penuturan gadis bercadar itu bulu kudukku sedikit merinding, perlahan kuhentikan isak tangisku dan memperbaiki posisi dudukku sambil akhirnya kupeluk erat dirinya dan kutumpahkan segala kesedihanku dipundaknya.
“Trima kasih Muslimah, terima kasih..kata-katamu begitu mendamaikan hatiku, sekali lagi terima kasih, aku tidak menyangka sama sekali kalau keangkuhanku selama ini ternyata tidak sedikitpun melukai perasaanmu, dimana salammu tak pernah kubalas, apalgi senyummu..gak pernah sedikitpun aku membalasnya, maafkan aku muslimah..” pintaku memelas padanya.
“Tidak apa-apa ukhti.., aku memahaminya, dan tak sedikitpun rasa dendam apalagi dengki dihatiku untuk anti.., maaf..bila bisa berbagi..ada apa dengan anti?, apa ada masalah sakral?” ujarnyanya dengan tatapan sejuk seolah mendamaikan seluruh jiwaku.
“Masya Allah, begitu mulianya hatimu Muslimah, jujur aku baru saja putus dari kekasihku..kami saling mencintai, tapi dia hendak berbuat tak senonoh padaku dengan dalih pembuktian atas kebenaran perasaan cintaku padanya, dan tanpa sengaja aku menamparnya saat melihat kondisi itu, sebab aku sendiri gak mau menuruti hawa nafsuku dengan mengatas namakan cinta..” jawabku
“Astagfirullah.., semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita baik yg telah kita lakukan dengan sengaja atau tidak, yg telah kita lakukan terang-terangan atau tersembunyi..., sebagai sahabatmu, atau boleh bila kumenganggapmu saudaraku, aku merasa sedih dan prihatin dengan hal ini, sabarlah ukhti, dan bertobatlah.., bukan bermaksud mengguruimu ukhti..tapi tidak sepantasnya kita bermudah-mudah dihadapan lelaki yg bukan mahrom kita..bukankah dia belum halal bagi anti?,  yakinkah anti bahwa dia adalah jodohmu padahal jodoh adalah rahasia ilahi?, bagaimana bila anti terlanjur ternoda dengan hubungan ini lalu lelaki yg ditakdirkan menjadi pendamping hidup anti bukanlah dia?, apa yg akan anti jawab pada suami anti kelak?, anti tahu ukhti, bahwa kaum kitalah yg paling dirugikan apabila kita telah ternoda dengan cinta terlarang kita, sebab kesucian seorang wanita ibarat sebuah telur yg ketika begitu pecah maka tak akan bisa dikembalikan seperti sediakala.., maaf ukhti.., bila tidak keberatan, aku hanya ingin menasehati insaflah dari semua ini, dan segeralah bertobat selagi ada kesempatan, aku yakin Allah pasti akan mengampuni segala kesalahanmu bila kau benar2 bertobat dari segala kekhilafanmu selama ini dan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi..” tuturnya lagi panjang lebar padaku, dan aku hanya bisa tertunduk malu dan merasa sangat hina denga semua itu.
“Muslimah..terima kasih atas segala nasehatmu, terima kasih, insya Allah aku akan melakukan segala anjuranmu..” jawabku menimpali tuturnya
Pendengar Nurani yang baik
Malam itulah Awal sentuhan hidayah itu menyapaku, dan malam itu juga adalah awal dimana aku memperbaharui syahadatku, melaksanakan sholat isya Pertama kalinya (setelah entah berapa lama tidak pernah Melaksanakan sholat) meskipun waktu telah masuk pukul 23.00 Wita, malam itu aku bersimpuh dengan deraian air mata dihadapan Allah memohon pengampunan atas segala dosa-dosaku selama ini, kutumpahkan segala keluah kesahku dan aku bertekad dihadapan Rabbku bahwa mulai malam itu aku akan berusaha untuk menjadi seorang wanita muslimah yg insya Allah selalu istiqamah, dan Alhamdulillah pada 1/3 malam itu aku juga turut terjaga saat kudengar Muslimah bersiap diri untuk menunaikan kebiasaan sholat lailnya, hatiku terasa begitu damai saat itu, sebuah kedamaian yg selama hidupku tak pernah aku rasakan, hari itu kurasakan seolah banyak beban didalam hatiku seolah lepas dan tanggal dari tubuhku dan aku sangat bersyukur atasnya, keesokan harinya saat pagi menjelang, kulihat pandangan-pandangan aneh dan senyuman lain dari bibir teman2 penghuni asrama jelita lainnya, mereka seolah merasakan ada yg berubah dariku..Ohh Ya Allah, aku lupa bahwa sejak shubuh tadi aku mengenakan busana muslimahnya Muslimah hingga aku keluar dari kamar saat pagi menjelang, kudengar tertawa cekikan keluar dari sebuah kamar lain yg  melihatku dari balik jendela kamar mereka. “Hahh...?, ada yg mimpi kejatuhan bulan nih semalam, sehingga begitu paginya jadi wanita duplikatnya muslimah, aduh..ternyata yg beginian bisa jadi virus yg menular ya..ih..takutttt..takut ketularan.....” ledek juli penghuni kamar 02 Asrama Jelita. Mendengar semua itu aku berusaha tegar menghadapinya, aku yakin ini adalah ujian dari Allah,.
Pendengar nurani yg baik
Hingga saatnya mau berangkat kekampus aku sedikit kebingungan sebab tak tahu harus memakai pakaian apa, sebab sebenarnya aku telah terlanjur suka mengenakan busana muslimah seperti Muslimah, tapi harus diambil dimana?” bathinku. Hingga tiba2.
“Afwan ukhti..kenapa belum berangkat kekampus...?” tanya lirih Muslimah padaku
“O..eee..., anu...muslimah, aku bingung harus pakai pakaian apa, setelah melewati peristiwa malam itu aku jadi malu sendiri bila harus keluar dengan mengenakan busana yg selama ini aku kenakan karena secara otomatis akan memarkan lekuk-lekuk tubuhku..” jawabku
“Subhanallah.., Allahu Akbar terharu aku mendengarnya ukhti.., dan kalau itu masalah anti, ini, ada banyak koleksi busana muslimahku, ada jilbab tanpa cadar dan ada jilbab plus cadarnya, anti bebas memilih apa saja, gratis..ana hadiahkan untuk anti, mau 1 pasang, 2? Atau 3 pasang?, silahkan, dengan senang hati aku hadiahkan untuk anti dan semoga anti senang dan selmanya memakainya.., ayoo..dipilih-dipili-dipilih...” ujar Muslimah dengan kegirangan mendapati niatku yg ingin sekali berhijab. Dan Alhamdulilla sejak hari itu aku telah memanatapkan hati untuk mengenakan busana muslimah yg syar’i meskipun belum mengimuinya, begitu berwarnanya kesan pertamaku memakai busana muslimah itu, ada teman2ku yg mencemooh, mencibir dan memakiku, tapi Alhamdulillah ada juga berapa teman sekalasku yg telah lebih dahulu tersentuh hidayah menyambutku dengan suka cita dan bahagia(Padahal dulu aku begitu cuek dan masa bodo dengan mereka, tapi ternyata merekalah yg memotofasi aku dikala semua orang mencibir dan menghinaku, masya Allah)
Pendengar Nurani yang baik
Demikianlah, aku sendiri hampir tak percaya bila mengilas balik perjalanan hidupku, seorang Mariyati yg tak ada ciri-cirinya menjadi seorang akhwat, tapi Alhamdulillah dengan Izin Allah aku diamanahkannya dengan Hidayah ini, subhanallah. Dan sejak itu akupun mulai diperkenalkan dengan berbagai kajian-kajian islam disebuah organisasi Islam yg telah eksis puluhan tahun dimakassar, dengan Bangga dan semangatnya aku mengikuti semua kegiatan itu hingga akhirnya aku dipekenalakn dengan kelompok kajian intensif  khusus yg mengajariku banyak hal tentang islam, dan Alhamdulillah aku bisa dengan mudah menyesuaikn diri dengannya, dan aku begitu terterima dengan baik dilingkungan baruku. Berbagai kebahagiaan aku rasakan dengan kehidupan baruku saat ini hingga aku lupa, bahwa semua perubahan ini kulakukan tanpa persetujuan dari kedua orang tuaku dikampung, apakah mereka akan marah padaku?, apakah mereka akan menyetujui keputusanku ini?, semoga saja mereka akan mendukungku sebagaimana sikap mereka atas diriku selama ini, yg begitu mendukung aku dalam segala hal. Hingga akhirnya saat liburan tiba aku menghabiskan liburku dengan pulang kampug, perasaan rindu telah sangat berkecamuk  dalam hatiku, aku yakin bahwa kerinduan keluargaku sama besarnya dengan rinduku pada mereka.
Pendengar Nurani yang baik
Untuk tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, begitulah sekiranya yg aku rasakan kala pertama kali tiba dirumahku tercinta, ketika kujumpai wajah2 yg dulunya selalu dihiasi senyuman itu berubah menjadi rautan wajah penuh kemarahan, entah apa penyebabnya, tapi sepertinya kemarahan itu bersumber dari kehadiranku.
“Assalamu ‘alaikum, mama..?, aku kangen..” ujarku begitu melihat mama yg sedang menjemur pakaian didepan rumah.
“Wa’alaikumussalam, gak usah peluk2 mama.., dasar anak durhaka..bisa-bisanya kau mengambil keputusan untuk melakukan semua ini tanpa seizin mama dan papa, kau tega ya menyakiti perasaan mama dan papamu yg begitu susahnya menafkahimu, membiayai seluruh kebutuhanmu agar kau sukses nanti..begini balasannya?, semual mama kira bahwa kabar tentangmu yg telah berubah seperti ini hanyalah isu bohongan semata, tapi ternyata..ternyata ini semua kenyataan..mama kecewa padamu yati..mama kecewa...” ujar mama panjan lebar dengan kemarahannya
“Maaf ma.., yati tidak menyangka kalau semua ini akan membuat mama marah pada yati, sebab semula yati mengira bahwa mama dan papa justru senang mengetahui perubahan pada yati saat ini.., maafkan yati ma..”jawabku dalam isak tangis..
“apa..? senang katamu?, senang apanya?, justru mama merasa dirugikan atas semua ini, kau ini lupa atau pura-pura lupa sih..kau itu adalah tumpuan harapan mama dan papa, dan untuk semua itu mama dan papa rela ngutang untuk mewujudkan impian besar itu, sekarang impian apa yg diharapkan darimu dengan penampilan seperti ini?, yg ada hanyalah harapan menjadi istri teroris..., kau tahu yati..coba kau tengok sedang apa papamu dikamar sekarang, dia tergolek sakit dan begitu kurus karena tidak tenang memikirkan banyaknya hutang dimana-mana akibat membiayai kuliahmu dan mengadakan banyaknya permintaanmu.., mau dibayar dengan apa semua itu, karena semuaitu papamu jatuh sakit hingga sekarang, mau berobat?, uang dari mana?, dari mana yati..?. dasar anak tidak tahu diuntung, entah apa yg akan terjadi saat ini bila papamu ternyata melihatmu telah menjadi seperti ini, semoga nafasnya tidak akan berhenti akibat semua ini..huhkk..!!!” ujar mamaku lagi dengan kemarahanya yg semakin menjadi-jadi, sementara air mataku semakin deras mengalir saat tu, Yaa allah apa yg harus hamba lakukan saat ini?, haruskah aku menuruti permintaan mereka?, atau terus memperthankan semua ini?
Pendengar Nurani yg budiman
Dengan langkah yg lunglai aku berusaha menguatkan diriku untuk menjumpai papaku yg sedang sakit, dan berharap bahwa beliau akan menerima kehadiranku saat ini dengan ikhlas..dengan dada g bedegup kecang aku berusaha memasuki kamar beliau, dan ternyata mamaku telah menunggu didepan pintu.
“Setelah apa yg kau lakukan saat ini, kau masih tega membunuh ayahmu dengan prilakumu ini agar papamu kena serangan jantung dan meninggal..?, apa kesalahan kami padamu nak sehingga setega ini kau menampar keluarga ini...pergi kau dari rumah ini yati..pergi..mama dan papa tidak ingin melihatmu lagi...kami tidak sudi memiliki anak sepertimu lagi.., dan dengan sakit yg kau torehkan dihati kami saat ini, sebagai orang tua yg telah melahirkanmu, menyesuimu dan membesarkanmu dengan susah paya, mama mengharamkan susu mama yg telah mengalir ditubuhmu, mama tidak ridho...” ujar mamaku dengan tangisannya yg semakin memecah suasana, perlahan2 rumah kami telah ramai dikerumuni oleh orang  banyak, ada juga paman da bibiku yg begitu sinisnya memandangi aku yg duduk terpaku disamping pintu kamar, mereka seolah ingin menelanku hidup-hidup dengan kemarahannya yang telah memuncak hingga ke ubun2nya
“Astagfirullah, nyebut ma.., nyebut ma...yati minta maaf bila semua ii berat buat mama dan papa, tapi yati melakukan ini karena yati sayang pada kalian, yati ingin menjadi anak sholehah yg insya Allah akan mendoakan kalian, merawat kalian dengan tulus dan akan melakukan yg terbaik buat kalian, berikan yati kepercayaan ma..untuk membuktikan pada mama dan papa bahwa meskipun yati dgn penampilan seperti ini akan tetap berguna buat mama dan papa...izinkan yati untuk membuktikannya ma..insya Allah yati bisa, tapi tolong jangan paksa yati untuk menanggalakan semua ini, ini adalah anjuran syariat ma.., yati tidak ma mendurhkai Allah..sebab ditangannya segala kekuasaa, dan DIA berkuasa atas diri yati dan kita semua..”pintaku dalam deraian air mata pilu.
“Terserah apa maumu yati..yg jelasmulai hari ini mama tidak akan mengizinkanmu untuk tinggal dirumah ini lagi, dan silahkan kau cari sendiri uang untuk membiayai hidup dan kuliahmu.., cukup sudah mama dan papa sengsara dengan semua ini, walau pada akhirnya harus mendapat balasan seperti ini..pergi kau.., pergi..”teriak mamaku dengan histerisnya yg disaksikan oleh puluhan masyarakat yg sejak tadimengerumuni rumahku, dengan kesedihan yg teramat sangat aku melangkahkan kakiku meninggalkanrumahku, pergi membawa kepedihan yang medalam, dan sejuta kelukaan, yaa Allah..berikan hiayah-mu untuk kedua orang tuaku, aku sangat sayang pada mereka  ya Allah, berikan pula kesembuhan pada papaku.., bebaskanlah ia dari segala bebannya dan berikan kelapangan rizki buatnya hingga ia bisa terbebas dari piutangnya
Pendengar nurani yang budiman
Akhirnya aku kembali kemakassar, kedaerah dimana aku kuliah danmeraih hidayah, kumulai menapaki babak baru dalam kehidupanku, menjadi seorang akhwat yg harus membiayai hidup dan kuliahnya sendiri tanpa ada siapapun, sunggu berat ujian ini, tapi nsya Allah aku mampu melewatinya, sebab memang jalan menuju syurga penuh onak dan duri, disini pula aku tidak ingin membebani siapapun, aku tidak ingin menjadipeminta-minta..sebab Allah telah menganugerahi aku bentuk tubuh yg sempurnah, aku ingin berusaha dengan segenap kemampuanku untuk melewati ujuan ini tanpa harus jadi peminta-minta,kepada para sahabat akhwat2ku..mohon doakan aku agar tetap istiqamah dengan kondisi ini.., akupun mendoakan kalian agar apa yg aku rasakan saat ini tidak menimpa kalian.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb

NB :Titip salam buat Akhwat-akhwat yg sudah bisa mendeteksi siapa Nama Asliku, salam ukhuwah dan tetap istiqamah., aamiin

WANING : BUAT ANDA YG MAU COPAS ATAU SHARE KISAH INI SILAHKAN SAJA, DENGAN SYARAT MOHON JANGAN MENAMBAH ATAU MENGURANGI ISI DARI KISAH INI, JAZAKUMULLAHU KHAIRAN

Jumat, April 29, 2011

Kata - kata Hikmah

ni ada sedikit kata- kata hikmah yg sy copas dari kawan FB, insya Allah bermanfaat..^_^
HIDUP yang sesaat ini akan BAHAGIA apabila PAHAM :

TUJUAN hidup = hanya mencari RIDHO Allah (QS98:5)
PERANAN hidup = sebagai KHOLIFAH (QS2:30)
TUGAS hidup = MENGABDI kpd Allah (QS51:56)
PEDOMAN hidup = ALQURAN (QS2:2)
TELADAN hidup = Nabi MUHAMMAD (QS33:21)
SAHABAT hidup = ORANG2 BERIMAN (QS49:10)
ALAT hidup = HARTA,TAHTA & semua POTENSI (QS28:77)
MUSUH hidup = SYETAN (QS36:60)

(Arifin Ilham)

Mau tetap berMAKSIYAT kpd Allah ???
Silahkan,dgn syarat :
1.Tidak berMAKSIYAT di BUMI Allah,
2.Tidak berMAKSIYAT dgn CIPTAAN Allah,
3.Tidak berMAKSIYAT dgn apa yg mjd MILIK Allah,
4.Tidak memakan RIZKI dari Allah,
5.Melakukannya tanpa dilihat ALLAH,
6.Kuat menahan siksa api neraka 70x lipat dari panas api dunia...

Kalau tdk bisa, jangan sekali2 berMAKSIYAT !!!

Wahai anakku... 
Jauhilah olehmu sifat MALAS dan banyak MENGELUH, 
karena sesungguhnya kedua sifat tersebut 
merupakan kunci dari segala keburukan. 

Sesungguhnya jika engkau MALAS, 
maka engkau tidak akan MAMPU melaksanakan kewajibanmu. 

Dan jika engkau banyak MENGELUH, 
maka engkau tidak akan SABAR dalam melaksanakan kewajibanmu. 

(Muhammad bin 'Ali bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib)

Pribadi MUSLIM yang BERDZIKIR :

Setiap KALAMNYA = DAKWAH
Setiap DIAMNYA = DZIKIR
Setiap NAPASNYA = TASBIH
Setiap PANDANGAN MATANYA = RAHMAT
Setiap SUARA TELINGANYA = TERJAGA
Setiap PIKIRANNYA = BAIK SANGKA
Setiap GERAK HATINYA = DOA
Setiap SENTUHAN TANGANNYA = SEDEKAH
Setiap LANGKAH KAKINYA = JIHAD
Kekuatannya = SILATURAHMI
Kesibukannya = ASYIK MEMPERBAIKI DIRI
Kerinduannya = TEGAKNYA SYARIAT ALLAH SWT

Arifin Ilham

KeSUKSESan Anda ...
Sangat tergantung kepada HARGA diri Anda sendiri...

Anda tidak akan diHARGAi oleh Tuhan dan orang lain...
Sebelum Anda berSYUKUR dan mengHARGAi diri sendiri..

HARGAilah diri Anda sendiri...
Dan berSYUKUR atas apapun yang diberikan Tuhan...
Serta berBUATlah yang TERBAIK...
Sebagai BAKTI kepada-Nya...
atas keBERADAan Anda di dunia...

(OFA)

orang biasa mengatakan:“Carilah kesuksesanmu di dunia tapi jangan lupa akhiratmu..” Tetapi Allah sebaliknya berfirman:“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu untuk (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan nasibmu dari (kenikmatan) dunia…” (QS Al-Qashash:77

 janganlah kita melihat BESAR dan KECILnya DOSA,
Tapi lihatlah kepada SIAPA kita telah berDOSA...

Sesungguhnya setiap DOSA yang kita LAKUKAN...
Adalah KEDURHAKAAN kita kepada Allah Sang Pencipta...
Yang telah begitu BANYAK memberikan NIKMAT dan KASIH SAYANG-Nya...

Sehingga orang yang TAAT adalah orang yang berSYUKUR...
Dan orang yang berbuat DOSA adalah orang yang KUFUR...







Kulepaskan kau dengan senyuman (Kisah Nyata NURANI SUARA WAHDAH)

Assalamu 'alaikum Wr. Wb
Pendengar Nurani Yang Budiman
Kukenal dia ketika aku semester awal S1 di fakultas Farmasi pada salah satu Universitas Swasta terbesar di Makassar. Nisa (nama samaran)  itulah namanya, kesan pertama yang kudapatkan tentangnya. Subhanallah Allah menganugrahkan keelokan padanya dengan mengindahkan rupanya. Nisa gadis yang sangat cantik, kulitnya putih bersih, wajah yang begitu sempurna dengan tahi lalat di matanya. Bola mata yang indah dengan pancaran kecerdasan yang begitu jelas. Dia juga sangat wan
gi, wangi yang sangat lembut, yang sampai sekarang masih mampu ku ingat. Penampilannya sama dengan teman-teman kuliahku, jilbab kecil tipis yang dililit atau dipeniti dengan sangat rapi, dia sangat suka menggunakan jilbab merah dan pink, sangat cocok dengan kulitnya yang putih.
Awalnya aku hanya mampu mengaguminya sebagai teman yang cantik dan pintar. Namun aku tak begitu tertarik untuk mengenalnya lebih jauh. Bukannya aku minder, namun pola pikir kami yang kurasa berbeda. Selain itu aku mendengar dari beberapa temanku, kalau Nisa anaknya sombong dan individualis. Padahal kegiatan dikampus terutama di Laboratorium membutuhkan kerja sama dalam tiem dan kelompok. Ada pula yang mengatakan kalau dia sok pinter dan gak mau disaingi. Hal ini yang membuatku agak enggan mengenalnya lebih jauh. Hal lainnya karena aku seorang akhwat, selain dunia kampus, akupun disibukkan dengan amanah dakwah dimana-mana dan juga tarbiyah. Membuat waktuku betul-betul terkuras, sehingga kawan yang ku kenalpun hanya mereka yang juga bergelut didunia dakwah yaitu para akhwat-akhwat.
Namun aku kemudian merasa ada yang kurang dengan keseharianku, aku merasa dakwah fardiyah pada teman-teman yang pada dasarnya ku temui tiap hari sangatlah kurang. Padahal setiap harinya ku mengisi liqo dan membuat ta’lim dengan menghadirkan orang-orang yang tak kukenal. Lalu bagaimana mungkin teman-teman bahkan sahabatku dikampus tak tersentuh dengan dakwahku. Maka kumulai melirik mereka, membuat kajian jum’at dikampus dan akupun bergabung di BEM fakultasku.
Ada yang menarik dalam tiap kajian jumat yang aku adakan. Yah, aku selalu menemukan sosok Nisa di sana. Bahkan terkadang dia datang lebih dulu dari teman-teman yang lain yang notabene akhwat. Satu hal yang ku ingat darinya, dia selalu shalat tepat waktu. Terkadang aku malu, ketika di lab aku kadang begitu antusias melakukan praktikum, sehingga kadang aku mengabaikan azan Dzuhur atau azar, maka Nisa pasti selalu menhampiriku dan membisikkan padaku kalau telah azan lalu mengajakku ke masjid atau ruang shalat di Lab, dan memintaku untuk meletakkan gelas kimia atau pereaksi kimia dari tanganku itu. Nisa, semakin membuatku penasaran.
Aku semakin tertarik mengenalnya lebih dekat, Alhamdulillah Allah memberiku kesempatan mengenalnya lebih jauh. Pada suatu semester baru, aku ditempatkan satu kelompok dengan Nisa. Kelompok praktikum untuk matakuliah yang sangat susah dan membutuhkan banyak waktu dalam menyelesaikan laporan dan tugas. Akhirnya kami memutuskan untuk mengerjakan tiap hari tugas itu di rumah Nisa, yang kebetulan mempunyai referensi buku yang lumayan banyak. Jadilah aku tiap hari kerumahnya. Nisa gadis yang sangat bersih, rapi, dan teratur. Aku malu jika membandingkan kamarku dengan kamarnya, hehe.. aku berantakan, dan seenaknya meletakkan barang, tapi Nisa, dia bahkan melipat tiap kantong pelastik di rumahnya dan menyimpannya pada kardus kecil, sangat rapi.
Nisa mempunyai seorang kakak laki-laki, itu aku tahu ketika melihat foto keluarga pada bingkai kecil di kamarnya. Nisa tinggal berdua dirumah itu dengan kakaknya, sedangkan orangtuanya tinggal dikampung. Namun ketika ku tanyakan tentang kakaknya, dia terlihat murung, dia Cuma mengatakan kalau kakaknya tidak begitu dekat dengannya. Akupun tak mau terlalu mendesaknya untuk bercerita, aku tak mau membuatnya tak nyaman.. Namun aku cukup terkejut ketika tak sengaja aku melihat belasan botol obat didalam lemarinya, ketika kutanyakan, dia Cuma tersenyum dan mengatakan hanya vitamin biasa.
Aku dan Nisa semakin akrab sejak semester itu, dan sejak itu tak jarang dia curhat padaku. Tentang semuanya, tentang teman-temanya yang menganggapnya sombong, tentang keluarganya, tentang pacar-pacarnya, aku termasuk akhwat yang tak suka mendoktrin teman-temanku tentang larangan pacaran, kubiarkan mereka bercerita padaku tentang itu, lalu aku mengikuti tiap perkembangan hubungan mereka, sehingga akupun mendapat kepercayaan mereka, barulah ketika mereka mulai bermasalah dengan pacarnya atau mempertanyakannya pendapatku tentang pacaran, baru aku menyelipkan nasihat-nasihat tentang itu, sehingga obrolan yang pada dasarnya nasihat itu lebih berkesan diskusi atau curhat buat mereka dan aku tak sok menggurui, dan tak sedikit akhirnya temanku memutuskan pacarnya dengan trik seperti ini hehe.. tapi ini rahasia yah..
Hingga suatu hari, pada awal semester baru lagi, aku dan Nisa sepakat untuk memprogram mata kuliah yang semester lalu belum kami ambil, jadinya kami berdua harus kuliah denga yunior. Kuliahpun kami pilih hari sabtu pagi sebelum kuliah bahasa arab, hari yang bebas parktikum untuk kelas kami. Nisa punya kebiasaan untuk janjian denganku pada malam sabtunya lewat sms, dia akan menanyakan apakah aku akan ikut kuliah besok? Jika tidak diapun malas untuk datang… hemm kebiasaan buruk, tapi juga wajar, mana ada yang betah kuliah dengan yunior..
Suatu pagi dihari sabtu, selepas kami kuliah, sambil menunggu dosen dan teman-teman yang belum datang, kuliah berikutnya yaitu bahasa arab, aku duduk berdua dengan Nisa di depan kelas. Ruang kuliah sangat sepi, hanya ada aku dan Nisa yang datang cepat karena ada kuliah pagi. Waktu itu langit sangat mendung, bahkan gelap, pertanda hujan deras akan segera mengguyur kota Makassar siang itu. Ada yang berbeda dari Nisa yang biasanya ceria, pagi itu dia diam dan sedikit murung, matanya sembab sangat jelas dia baru saja menangis. Aku lalu bertanya padanya ada apa?
Dia hanya diam, dan menggeleng, akupun mendesaknya untuk bercerita. Hingga akhirnya dia lalu menyingkap roknya dan memperlihatkan betisnya. Allah, aku terkejut, begitu banyak memar di betisnya, lalu dia memperlihatkan lengannya, kulit putihnya kini berhiaskan lebam-lebam biru kehijauan. Ada apa denganmu teman?
Dia lalu bercerita, kalau sejak kecil dia menderita Epilepsi (ayan), jika penyakitnya kumat, kepalanya seakan dialiri jutaan watt listrik, begitu sakit sehingga jika dia tak tahan sakitnya, diapun kejang-kejang tak sadarkan diri, di beru saja tadi pagi kambuh di kamar mandi ketika sedang mencuci, beruntung kakaknya masih di rumah, sehingga dia segera tertolong. Semua badanya lebam dan memar karena terbentur tembok dan barang-barang saat kejang-kejang. Dia bercerita sambil menangis, dia harus menelan puluhan tablet penenang tiap harinya, yang jika terlambat sedikit saja dia konsumsi, akan membuat penyakit epilepsinya kambuh. Selain itu, tekanan dan kecapaianpun dapat menyebabkannya kumat. Dia malu jika penyakitnya kambuh ditengah banyak orang, bagaimana jika auratnya terbuka ketika dia tak sadarkan diri ketika kejang, dan itu telah sering terjadi. Dia lelah, kadang dia mempertanyakan kepada Allah, kenapa mesti dia yang mengalaminya, dia punya banyak cita-cita, ingin mempunyai apotek, ingin bekerja di Balai POM, dia ingin segera menikah dan punya anak. Namun ketika ia menyadari Epilepsi yang dideritanya dapat merenggut nyawanya kapan saja, dia lalu menangis dan sangat sedih. Lalu kembali pertanyaan itu hadir, kenapa harus dia? Kenapa bukan orang-orang yang selama hidupnya hanya berbuat sia-sia dengan maksiat? Kenapa bukan orang yang tak menghargai hidupnya yang selalu ingin bunuh diri hanya dengan masalah picisan? Aku ingin lebih baik, masih banyak hal yang ingin aku capai. Dia mengatakan padaku satu hal yang tak akan pernah kulupakan. “Aztri, kamu tahu? Kenapa selama ini begitu masuk azan, aku akan bergegas shalat, karena aku takut, jika aku menunda shalatku, lalu kemudian ternyata Allah membuat penyakitku kumat, dan lalu aku mati sebelum menunaikan shalat. Penyakitku pisa kambuh kapan saja, itu berarti aku dapat diambilNya kapan saja” katanya dengan isak tangis. Sungguh, pemikiran yang sederhana, namun mampu menghempaskanku ke titik nol. Aku yang begitu paham makna takdir dan ajal, namun tak pernah memikirkan dengan begitu nyata. Aku kadang berfikir Ajalku masih sangat jauh, bahkan kadang tanpa aku sadari aku merasa hanya orang lain yang akan mengalami kematian. Bukan, bukannya aku tak percaya ajal, tapi ada kalanya kita begitu tenggelam dengan dunia sehingga kemudian melupakan tamu yang dapat datang kapan saja itu.. ajal… kematian..
Lalu Nisa pun mengatakan padaku, “Aztri, aku takut mati, aku takut tak mampu mempertanggung jawabkan perbuatanku selama hidup ini. Apa yang harus kukatakan pada Allah nanti. Aku mau mati dalam keadaan terbaikku, tapi bagaimana jika penyakitku kumat di kamar mandi, seperti tadi pagi? Aku tak mau mati di kamar mandi, tempat yang kotor, bagaimana jika aku dalam keadaan aurat yang terbuka, aku malu menemui Allah dengan keadaan seperti itu. Bagaimana jika Allah mengambilku ketika aku serangan dan aku tak mampu menyebut namanya karena dalam keadaan tak sadar? Aku tak mampu menahan air mataku, akupun ikut menangis. Baru kali itu aku merasa kematian begitu dekatnya. Tanpa sadar dalam hati aku berdoa “Ya Rabb, penguasa Alam semesta, barilah akhir yang baik pada kami..”
Sejak itu aku semakin dekat dengan Nisa, dia pun mulai mengikuti tarbiyah, dia mulai memanjangkan jilbabnya, yang tadinya dia lilit, kini dia mulai menutupkan ke dadanya. Kemana-mana aku bersamanya. Teman-temanpun heran melihatnya, bagaimana mungkin aku bisa tiba-tiba akrab dengannya.
Pada suatu sabtu pagi, aku ke kampus seperti biasa, hari ini ada kuliah dengan Nisa, namun yang aku herankan, sejak semalam aku menunggu sms Nisa, tapi tak ada satupun, akupun meng smsnya apa dia mau kuliah atau tidak, namun smsku pun tak dibalas sejak subuh. Aku piker mungkin pulsanya habis. Sesampaiku di kampus, aku baru tahu kalu sabtu itu ada wisuda, jadi semua kegiatan perkuliahan di tiadakan. Aku mencari Nisa ke mana-mana, dari kelas ke kelas, ku tanyak pada teman-teman apa ada yang melihatnya. Namun tak satupun yang melihatnya pagi itu. Aku lalu berfikir mungkin dia sudah tahu hari ini kuliah diliburkan maka dia tak datang kekampus. Aku pun pulang tanpa memikirkannya lagi.
Namun pada pukul 10 malam. tepatnya malam minggu, ketika aku sedang berkumpul dengan keluargaku, tiba-tiba telpon pun bordering, aku mengangkatnya tanpa prasangka apa-apa. Namun ternyata yang menelpon adalah temen kuliahku, dia memberitakan berita yang seketika mampu melemaskan semua persendianku.. Nisa meninggal dunia, entah jam berapa, namun mayatnya baru ditemukan tadi jam 09.00 malam dalam keadaan kaku dan membiru, tertelungkup di kamarnya. Seolah aku tak berpijak di bumi, langit di atasku seolah runtuh. Selanjutnya aku langsung menuju kerumahnya ku tahan air mataku seolah ini hanya berita bohong, aku masih berharap menemukan Nisa di rumahnya dan menyambutku di depan pintu dengan senyuman seperti biasa. Namun sesampiku di sana, lorong ke rumahnya telah penuh dengan kerumunan warga setempat, raungan serine ambulans sejak tadi terdengar. Ku singkap kerumunan, orang-orang yang mengenalku dekat dengan Nisa segera memberiku jalan, bergegas ku ke ambulansnya, dan kutemukan sosok yang sangat kusayangi, sahabatku Nisa dalam balutan selimut, tubuhnya kaku dengan posisi tak biasa, wajahnya telah membiru dan bengkak. Allah, apa yang dia khawatirkan terjadi. Nisa sahabatku, ada apa denganmu? Kenapa jadi begini?
Badanku tiba-tiba limbung di depan pintu ambulans, sebuah tangan menangkapku sambil membisikkan istigfar ke telingaku, ternyata dia salah seorang akhwat temanku dikampus. Dibimbingnya aku ke kamar Nisa, ku dapati kamarnya berantakan tak rapi seprti biasa, kertas berhamburan dimana-mana, obat-obatnya berserakan dimana-mana. Salah seorang temanku menceritakan padaku. Nisa baru ditemukan kakaknya tadi ketika dia pulang pukul 09.00 malam, tak ada yang tahu pukul berapa Nisa meninggal namun jika melihat kondisi kamarnya, dimana lampu yang masih menyala dan tirai yang masih tertutup, kemungkinan dia meninggal kemarin malam, hari itu dia sendiri di rumah, tak ada yang menemaninya. Barulah ketika kakaknya pulang pukul 09.00 malam dia menelpon dan HPnya berbunyi di kamarnya, tapi Nisa tak mengangkatnya. Dan di temukan Nisa telah kaku dan membiru..
Allah… bagaimana mungkin secepat ini, sempatkah ia menyebut namaMu? Betapa sakitnya sakaratul maut yang ia rasakan, dan dia menghadapinya sendiri, Rabb adakah namaMu dia ucapkan? Baru saja kurasa mengenalnya, baru saja dia mengatakan ingin mengenal islam lebih jauh, beru kemarin ku rasa dia mengatakan ingin menggunakan jilbab lebar sepertiku. Masih dapat ku ingat dengan jelas ketika aku bermain ke rumahnya, dia minta aku meminjamkan jilbab hitam lebar yang aku gunakan saat itu sebentar saja. Dia memakainya berdiri di depan cermin dengan senyuman yang sangat manis, Nisa begitu cantik dengan jilbab lebar yang aku pinjamkan padanya. Lalu dia memperagakan wajah malu-malu katanya jika ada ikhwan yang mengkhitbahnya, dia akan mengangguk malu seperti ini. Aku tertawa terpingkal-pingkal saat itu, namun sekarang ketika mengingatnya malah yang kurasakan perih yang amat sangat, di sini, di hatiku..

Teman membisikkan kalau ambulans yang mengantar jenazah menuju ke kampung halamanya akan segera berangkat, Nisa akan dikebumikan di kampungnya, kami pun berkumpul di sekitar ambulans mengantar kepergian Nisa. Melihatnya untuk terakhir kalinya, Serine segera menggelgar, memecah keheningan malam saat itu, Ambulans yang berisi jasad Nisa terlah pergi, Nisa tak ada lagi, namun di sini di hati ini dia tetap ada, Semangat hidupnya menjadi kakuatanku, Nisa sahabatku yang cantik, selamat jalan. Sampaikan salamku pada Rabb kita, Aku yakin niatmu yang tulus telah terukir dengan indah di buku amalanmu. Tersenyumlah kawan, kau begitu cantik dengan senyummu..  Tunggu aku, akupun pasti akan menyusulmu, di sana  di JannahNya.. pergilah.. Kulepas kau dengan ikhlas.. Dengan Senyum..
Wassalam

Dari Astriana-Makassar